2.1 Pengertian Hak Paten
Paten
adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada penemu atas hasil
penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakannya (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, Pasal 1, Ayat 1).
Sementara itu, invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan
pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau
proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses (Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001, Pasal 1, Ayat 2). Inventor adalah seorang yang secara
sendiratau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi (Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2001, Pasal 1, Ayat 3).
Kata paten, berasal
dari bahasa Inggris, yaitu patent,
yang awalnya berasal dari kata patere
yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari
istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang
memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari
definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka
pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat
hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur
siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap
sebagai hak monopoli.
2.2 Hukum yang Mengatur Hak Paten
Saat ini terdapat
beberapa perjanjian internasional yang mengatur tentang hukum paten. Antara
lain, WTO Perjanjian TRIPs yang diikuti hampir semua negara. Pemberian hak paten
bersifat teritorial, yaitu mengikat hanya dalam lokasi tertentu. Dengan
demikian, untuk mendapatkan perlindungan paten di beberapa negara atau wilayah,
seseorang harus mengajukan aplikasi paten di masing-masing negara atau wilayah
tersebut. Untuk wilayah Eropa, seseorang dapat mengajukan satu aplikasi paten
ke Kantor Paten Eropa, yang jika sukses, sang pengaju aplikasi akan mendapatkan
multiple paten (hingga 36 paten,
masing-masing untuk setiap negara di Eropa), bukannya satu paten yang berlaku
di seluruh wilayah Eropa.
2.3 Subyek yang Dipatenkan
Secara
umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan, yaitu
proses, mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup
algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin
mencakup alat dan aparatus.
Barang yang diproduksi
mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti
kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya. Khusus sel punca embrionik
manusia (human embryonic stem atau
HES) tidak bisa dipatenkan di Uni Eropa.
Kebenaran matematika, termasuk yang
tidak dapat dipatenkan. Software yang
menerapkan algoritma juga tidak dapat dipatenkan kecuali terdapat aplikasi
praktis (di Amerika Serikat) atau efek teknikalnya (di Eropa).
Saat ini, masalah paten
perangkat lunak (dan juga metode bisnis) masih merupakan subjek yang sangat
kontroversial. Amerika Serikat dalam beberapa kasus hukum di sana, mengijinkan
paten untuk software dan metode bisnis,
sementara di Eropa, software dianggap
tidak bisa dipatenkan, meski beberapa invensi yang menggunakan software masih tetap dapat dipatenkan.
Paten dapat berhubungan
dengan zat alamiah (misalnya zat yang ditemukan di hutan rimba) dan juga
obat-obatan, teknik penanganan medis dan juga sekuens genetik, termasuk juga
subjek yang kontroversial. Di berbagai negara, terdapat perbedaan dalam
menangani subjek yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, di Amerika Serikat,
metode bedah dapat dipatenkan, namun hak paten ini mendapat pertentangan dalam
prakteknya. Mengingat sesuai prinsip sumpah Hipokrates (Hippocratic Oath), dokter wajib membagi pengalaman dan keahliannya
secara bebas kepada koleganya. Sehingga pada tahun 1994, The American Medical Association (AMA) House of Delegates mengajukan nota keberatan terhadap aplikasi
paten ini.
Di Indonesia, syarat
hasil temuan yang akan dipatenkan adalah baru (belum pernah diungkapkan
sebelumnya), mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga sebelumnya), dan
dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan untuk paten ‘biasa’
adalah 20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun. Paten tidak dapat
diperpanjang. Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum dipatenkan oleh
pihak lain dan layak dipatenkan, dapat dilakukan penelusuran dokumen paten. Ada
beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan mendapat perlindungan
paten, yaitu proses atau produk yang pelaksanaannya bertentangan dengan
undang-undang, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan; metode
pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap
manusia dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang matematika dan ilmu
pengetahuan, yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses
biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis
atau proses mikro-biologis.
2.4 Istilah-Istilah dalam Paten
Terdapat
beberapa istilah dalam paten, diantaranya adalah invensi, inventor atau
pemegang paten, hak yang dimiliki oleh pemegang paten, pengajuan permohonan
paten, sistem first to file, kapan
sebaiknya permohonan paten diajukan, dan hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh
seorang inventor sebelum mengajukan permohonan paten. Berikut ini adalah
penjelasannya.
2.4.1 Invensi
Invensi
adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah
yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
2.4.2 Inventor atau Pemegang Paten
Inventor
adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
Pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima
hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak
tersebut, yang terdaftar dalam daftar umum paten.
2.4.3 Hak yang Dimiliki oleh Pemegang Paten
Pemegang
hak paten memiliki hak ekslusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya. Berikut adalah hak yang dimiliki
oleh pemegang paten.
1.
Dalam hal Paten Produk: membuat,
menjual, mengimpor, menyewa, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual
atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten.
2.
Dalam hal Paten Proses: menggunakan
proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya
sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1.
3.
Pemegang Paten berhak memberikan lisensi
kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.
4.
Pemegang Paten berhak menggugat ganti
rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan sengaja
dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 3 di atas.
5.
Pemegang Paten berhak menuntut orang
yang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan
salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 3 di atas.
2.4.4 Pengajuan Permohonan Paten
Paten
diberikan atas dasar permohonan dan memenuhi persyaratan administratif dan subtantif
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Paten.
2.4.5 Sistem First
to File
Sistem First to File adalah suatu sistem
pemberian paten yang menganut mekanisme bahwa seseorang yang pertama kali
mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang paten, bila semua
persyaratannya dipenuhi.
2.4.6 Kapan Sebaiknya Permohonan Paten Diajukan
Suatu
permohonan paten sebaiknya diajukan secepat mungkin, mengingat sistem paten
Indonesia menganut sistem first to file.
Akan tetapi pada saat pengajuan, uraian lengkap penemuan harus secara lengkap
menguraikan atau mengungkapkan penemuan tersebut.
2.4.7 Hal-hal yang Sebaiknya Dilakukan oleh
Seorang Inventor Sebelum Mengajukan Permohonan Paten
Terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang inventor sebelum mengajukan
paten. Berkut ini adalah penjelasannya.
1.
Melakukan penelusuran. Tahapan ini
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang teknologi terdahulu dalam
bidang invensi yang sama (state of the
art) yang memungkinkan adanya kaitannya dengan invensi yang akan diajukan.
Melalui informasi teknologi terdahulu tersebut maka inventor dapat melihat
perbedaan antara invensi yang akan diajukan permohonan patennya dengan
teknologi terdahulu.
2.
Melakukan analisis. Tahapan ini
dimaksudkan untuk menganalisis apakah ada ciri khusus dari invensi yang akan
diajukan permohonan patennya dibandingkan dengan Invensi terdahulu.
3.
Mengambil keputusan. Jika invensi yang
dihasilkan tersebut mempunyai ciri teknis dibandingkan dengan teknologi
terdahulu, maka invensi tersebut sebaiknya diajukkan permohonan patennya. Sebaliknya
jika tidak ditemukan ciri khusus, maka invensi tersebut sebaiknya tidak perlu
diajukan untuk menghindari kerugian dari biaya pengajuan permohonan paten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar